Setan Membuka Hakikat Penting
Ketika diperintahkan Allah Ta’ala sujud kepada Nabi Adam Alaihis Salam, setan menolak melaksanakan perintah ini. Akibatnya, ia diusir, dimasukkan ke dalam jajaran makhluk terkutuk, dan diancam masuk neraka. Setan tidak hanya mendengar perintah pengusiran dirinya. Tapi, dengan sikap pongah, yang malah menunjukkan kebrengsekannya, ia berjanji akan menyesatkan anak keturunan Adam Alaihis Salam, yang menurutnya menjadi biang keladi pengusirannya dari surge. Setan berkata,
“Saya pasti (menghalang-halangi) mereka dari jalanMU yang lurus. Kemudian saya pasti mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur”. (Al-A’raaf : 16-17).
Di sini, setan membuka hakikat penting yang tidak diketahui banyak orang, yaitu mayoritas besar manusia tidak bersyukur kepada Allah Ta’ala dan orang yang selamat di antara mereka adalah orang yang bersyukur.
Definisi Syukur
Kalimat “Syakarat Ad-Dabbatu”, maksudnya, unta itu gemuk. Unta dikatakan gemuk jika terlihat padanya tanda-tanda makanan yang telah dimakannya. Unta dikatakan syakur jika terlihat padanya kegemukan melebihi kadar porsi makanan yang telah dimakannya (Uddatu Ash-Shabirin, hal. 122 dan Madariju As-Salikin, hal. 384).
Hai Keluarga Dawud, Lakukan Syukur kepada Allah
Allah Ta’ala tidak berfirman kepada Nabi Dawud Alaihis Salam, “Ucapkanlah syukur kepada Allah”, namun berfirman, “Lakukanlah”. Ini menandaskan syukur tidak terealisir dengan sempurna, kecuali dengan mengamalkan perintah Allah Ta’ala dan menjauhi laranganNya. Jadi syukur ialah realisasi ibadah itu sendiri. Ini tidak seperti dipahami sebagian besar orang bahwa syukur itu memuji Allah Ta’ala dengan lidah atau komat-kamit setelah shalat, atau setelah makan kenyang.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Menerjemahkan Syukur ke dalam tindakan Nyata
Aisyah Radhiyallahu Anha merasa heran dengan qiyamu lail Rasulullah. Beliau melakukannya hingga kedua kaki beliau bengkak. Dengan nada takjub dan penuh tanda tanya, Aisyah berkata : “Engkau masih berbuat seperti ini, padahal allah telah mengampuni dosa-dosa silammu dan dosa-dosamu pada masa mendatang”. Rasulullah bersabda :” Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?”. (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak memahami syukur sebatas pujian dengan lidah. Menurut beliau, syukur ialah upaya seluruh organ tubuh untuk mengerjakan apa saja yang diridhai pemberi nikmat (Allah).
Seluruh makna syukur ini dirangkum Ibnu Al Qayyim Rahimahullah dengan perkataannya, “Syukur ialah terlihatnya tanda-tanda nikmat Allah pada lidah hambaNya dalam bentuk pujian, di hatinya dalam bentuk cinta kepadaNya dan pada organ tubuh dalam bentuk taat dan tunduk”.
Bentuk konkrit syukur ialah lidah tidak menyanjung selain Allah Ta’ala dan di hati tidak ada kekasih kecuali Dia. Kalaupun seorang mencintai orang lain, ia mencintainya karena Allah. Lalu, cinta ini dialihkan ke organ tubuh, kemudian seluruh organ tubuh mengerjakan apa saja yang diperintahkan kekasih (Allah) dan menjauhi apa saja yang Dia larang. Itulah figure orang syukur sejati.
(Sumber : Taujih Ruhiyah 1, karya : Abdul Hamid Al-Bilali)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar